Monday, July 31, 2017

Indonesia, Laos Sepakat Tingkatkan Kerjasama

Menandai 60 tahun kerjasama Indonesia-Laos, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Laos Saleumxay Kommasith pada Kamis (27/7) menggelar pertemuan bilateral di Jakarta.Ilustrasi produk Pindad [ryan boedi] ?

Selain mengadakan pertemuan bilateral, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Laos Saleumxay Kommasith pada Kamis (27/7) juga menghadiri pertemuan kelima JCBC (Komisi Bersama untuk Kerjasama Bilateral).

Pertemuan kedua menteri luar negeri tersebut sekaligus menandai 60 tahun usia hubungan diplomatik antara Indonesia dan Laos. Kedua tokoh membahas rencana lawatan perdana menteri Laos ke Indonesia, serta membicarakan peningkatan kerja sama ekonomi, terutama investasi, dan pengembangan sumber daya manusia.

Nilai perdagangan Indonesia dan Laos tahun lalu mencapai US$ 10,071 juta, meningkat ketimbang di 2015, yakni US$ 8,55 juta. Sedangkan investasi Indonesia di Laos saat ini sebesar US$ 1,1 juta antara pengusaha perfilman Raam Punjabi dengan Major Cinema dari Thailand untuk membuka jaringan bioskop.

Dalam jumpa pers bersama usai pertemuan, Retno Marsudi menjelaskan sebagai bagian dari peringatan ulang tahun ke-60 hubungan diplomatik Indonesia-Laos, akan diselenggarakan beragam kegiatan di kedua negara, termasuk pertujukan kebudayaan, seminar, pameran foto, pameran dagang dan pariwisata, dan festival film untuk memajukan hubungan bilateral kedua negara.

Kedua menteri luar negeri juga membahas kerja sama di bidang politik dan keamanan.

"Menteri Kommasith dan saya membahas cara-cara untuk memperkuat kerja sama dalam mencegah dan memberantas kejahatan terorganisir antar negara, termasuk penyelundupan narkotik, terorisme, termasuk pendanaan bagi terorisme. Saya sangat senang mendengar angkatan bersenjata Laos akan memperkuat kerja sama dengan PT Pindad," ujar Retno.

Retno menambahkan dirinya dan Kommasith membahas pula mengenai peningkatkan kerja sama di bidang ekonomi. Keduanya sepakat ada banyak kelompok yang bisa secara cepat meningkatkan kerja sama perdagangan, investasi, dan pariwisata. Dia mengakui untuk menaikkan interaksi dagang dan investasi dapat dilakukan bila komunitas bisnis kedua negara memahami potensi ekonomi masing-masing negara.

Karena itu, menurut Retno, Indonesia serta Laos mendorong saling kunjung antara delegasi dagang dan investasi kedua negara.

Dalam kesempatan itu, Retno menyatakan pemerintah Indonesia berterima kasih atas dukungan Laos terhadap pencalonan Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk periode 2019-2020.

Saleumxay Kommasith mengatakan pembahasan hari ini sangat penting karena menyangkut sejumlah isu yang menjadi kepentingan bersama kedua negara. Dia menambahkan kunjungannya kali ini juga signifikan sebab bertepatan dengan 60 tahun umur hubungan diplomatik Indonesia dan Laos.

Kommasith mengakui sejak awal hubungan dan kerjasama negaranya dengan Indonesia sudah berjalan sangat baik.

"Satu-satunya hal yang perlu kita tingkatkan dalam kerja sama bilateral adalah di sektor ekonomi, pariwisata. Ini bukan sesuatu yang unik bagi kedua negara tapi ini sebuah isu yang perlu dipromosikan di kalangan negara-negara ASEAN. Kami membahas bagaimana ASEAN seharusnya bekerja sama untuk memajukan bukan hanya soal persatuan dan sentralitas ASEAN, namun juga mempromosikan kerja sama ekonomi demi kepentingan warga negara ASEAN," ujar Kommasith.

Lebih lanjut Kommasith mengatakan dirinya dan Retno menekankan pembahasan mengenai bagaimana memajukan sektor pariwisata Indonesia dan Laos, serta konektivitas antara kedua negara.

Selama di Indonesia, Kommasith juga akan mengadakan pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan kunjungan ke PT Pupuk Kujang di Cikampek, Purwakarta. [fw/al]

  ? VoA  

Pindad Segera Pasarkan Tank Medium Tahun Depan

? Dengan Kaliber 105 Milimeter MMWT FNSS- Pindad  [FNSS] ?

PT Pindad (Persero) siap memasarkan produk tank medium dengan laras kaliber 105 Milimeter hasil kerja sama dengan perusahaan Turki FNSS mulai 2018 mendatang.

Tahun ini first article selesai, sehingga pada 2018 bisa mulai dipasarkan. Untuk sementara, pembahasan tentang pesanan ada dari TNI. Mereka sudah melakukan beberapa kali pembahasan. Mereka akan mengganti beberapa tank,� kata Direktur Utama PT Pindad Abraham Mose di Kawasan PT Pindad, Kota Bandung, Senin (31/7/2017).

Kendati demikian, dia mengaku belum ada kepastian jumlah tank yang akan dipesan TNI. Namun, sebagai gambaran, kapasitas produksi tank medium oleh PT Pindad antara 15-20 unit per tahun. Khusus untuk TNI, Pindad mengaku akan melakukan penyesuaian spesifikasi sesuai kebutuhan TNI.

Memang ada beberapa permintaan user yang belum bisa diakomodir karena masih pengembangan bersama. Tetapi setelah first article selesai, kami akan ubah ikuti permintaan TNI,� jelas dia.

Menurut dia, harga tank medium tersebut berada di bawah harga tank Leopard, namun setara dengan harga tank buatan Korea Selatan. Dengan harga tersebut, diharapkan bisa menyaingi pasar produk sejenis.

Abraham menjelaskan, tank medium tersebut memiliki sejumlah kelebihan. Salah satunya cocok untuk infanteri dan kavaleri. Tank dilengkapi dengan laras kaliber 105 mm buatan PT Pindad.

Mesin kita masih total beli dari luar negeri. Tapi kalau desain, part supporting, dan lainnya itu dari kami semua,� jelas dia. Total kandungan komponen lokal pada produk tersebut saat ini mencapai 40%. (pur)

  ? Sindonews  

Paspampres Terima Ranpur P-2

Kendaraan taktis SSE P-2 Paspampres [ARC] ?

Pasukan Pengamanan Presiden alias Paspampres kini kedatangan alutsista baru. Alutsista itu berupa kendaraan lapis baja P-2 besutan PT. Sentra Surya Ekajaya. Sebanyak 4 dari 10 unit Panser P-2, Jumat sore telah tiba di Mako Paspampres di Jakarta.

Paspampres sendiri memesan total sebanyak 10 unit P-2. 5 diantaranya merupakan versi angkut pasukan atau APC, dan 5 lainnya versi komando. Sebagai rantis, P-2 dilengkapi kubah semi terbuka yang dapat dipasangi senapan mesin sedang kaliber 7,62 mm. Sementara untuk bodi, termasuk kaca disebut-sebut sanggup menahan terjangan proyektil kaliber 7,62 mm. Untuk versi APC, P-2 dirancang mampu membawa 10 orang prajurit bersenjata lengkap.

Yang berbeda dengan versi lainnya, PT. SSE juga menyiapkan versi VVIP dari P-2 ini. versi VVIP ini dilengkapi kursi yang cukup nyaman, serta kamera di beberapa titik untuk memantau situasi di luar kendaraan.Hanya saja belum diperoleh konfirmasi apakah P-2 ini nantinya akan menggantikan panser Anoa yang telah setia bertugas di Skadron Lapis Baja Paspampres.

Panser P-2 juga dipersiapkan untuk dengan mudah masuk ke ruang cargo pesawat angkut C-130 Hercules. Berbeda dengan versi sebelumnya, P-2 kali ini menggunakan mesin Iveco LLM serta suspensi independen. Hal ini menjadikan Ranpur P-2 menjadi sangat lincah.

Sebelum digunakan Paspampres, P2 Commando sudah lebih dulu digunakan oleh Pakshas TNI-AU. Dan versi lamanya juga sudah dioperasikan oleh satuan Kopaska. Sementara Kopassus juga mengikuti jejak Paskhas yang akan segera mengoperasikan P-6.

  ? ARC  

Sunday, July 30, 2017

RI � Korea Lakukan Kerjasama Pengembangan Pesawat Jet Tempur Generasi 4.5

Libatkan ITB Untuk pengembangan kedepanDesain pesawat tempur KFX/IFX [Mildom] ?

D
alam meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional dan kemandirian teknologi nasional terkait dengan kemampuan memelihara dan mengembangkan pesawat tempur, Pemerintah Indonesia melalui Kemhan RI dan Pemerintah Republik Korea melakukan kerjasama pengembangan pesawat jet tempur generasi 4.5.

Pengembangan pesawat jet tempur jenis KF-X/IF-X ini merupakan implementasi kerjasama strategis antara Pemerintah RI dalam hal ini PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) dan Pemerintah Korea Selatan, yang ditandatangani pada 2006 lalu. Hal tersebut terungkap dalam acara jumpa pers antara Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemhan RI Dr. Ir. Anne Kusmayati, M.Sc dengan awak media yang di Balai Media Kemhan, Jumat (28/7).

Pengembangan pesawat tempur secara mandiri lebih menguntungkan karena desain pesawat yang dibuat dapat menyesuaikan dengan persyaratan operasional dari PT DI. Kini, program tersebut masih dalam tahap peningkatan kesiapan teknologi PT DI untuk melakukan Engineering Manufacture Development (EMD).

Rencananya, KF-X/IF-X akan diluncurkan pada tahun 2021 untuk mendapat sertifikasi rancang bangun. Paling lambat pada tahun 2026, prototype atau purwarupa akan dioperasikan untuk memastikan pesawat dapat terbang dan bermanuver dengan baik, sesuai spesifikasi operasional.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLXeZ5xy2HYjCMk-e7B67VvHuJeUjVT84o0pE547B6oiXcRKvN1ZU5RWdvF9H5aEnS9nMAOosp6dVkUCfq1kIHpIEmUJaHgk1LfM-3FjyxePbPPTnwH66lERmCjDwqY5g8kv3Pbu-SuXq0/s1600/1496980790sheldon+kfx.jpg[Sheldon]

Program pengembangan pesawat jet tempur KF-X/IF-X ini akan menjadi titik bangkit Indonesia dalam kemandirian industri pertahanan karena secara langsung akan mempengaruhi peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), fasilitas dan infrastruktur PT. DI selaku industri pertahanan nasional dalam bidang kedirgantaraan.

Saat ini PT. DI telah mengirimkan 81 tenaga ahli ke Korean Aerospace Industry (KAI) di Sacheon City untuk mendapatkan pembekalan tentang sistem dan standar prosedur kerja di KAI. Disamping memperkuat PT. DI selaku industri pertahanan nasional yang akan terlibat langsung sebagai sub bagi KAI, Kemhan RI juga melakukan kerjasama dengan ITB dan Cranfield University untuk program post graduate dan program doktoral dalam rangka untuk melakukan pengembangan dan prototype.

Saat ditemui awak media dalam jumpa pers yang dimoderatori Kapuskom Publik Brigjen TNI Totok Sugiharto, S.Sos, Kabalitbang mengungkapkan bahwa dari segi biaya reparasi, memproduksi pesawat tempur sendiri lebih murah. Karena dapat menekan biaya operasional yang mencakup biaya produksi dan komponen, selain itu, akan lebih mudah dalam urusan perawatan (maintenance), perbaikan (repair), dan pembaharuan (upgrade) karena dapat dilakukan sendiri.

Sementara, urusan modifikasi dan integrasi persenjataan juga mudah karena tidak perlu menunggu persetujuan dari produsen pesawat dan rencananya pesawat tempur ini nantinya akan dipasarkan ke negara-negara Asia Pasifik. (ERA/RAF)

  ? Kemhan  

Saturday, July 29, 2017

Terkesan Saat Pasang Rudal Buatan Rusia Meski Harus Bertaruh Nyawa

? Ir Kartiko Ardi Widodo MT punya keahlian yang hanya dimiliki segelintir orang di Indonesia. Selama 23 tahun, dia dipercaya memasang peluru kendali (rudal) untuk kapal-kapal perang. [Ermawati]

Foto Presiden RI ke-3, B.J. Habibie, terpampang di ruang kerja Ir Kartiko Ardi Widodo MT di ruang Perkumpulan Pengelola Pendidikan Umum dan Teknologi Nasional (P2PUTN) di Jalan Tenes, Kota Malang. Keberadaan foto itu seolah-olah menunjukkan betapa kagumnya Kartiko pada sosok presiden berlatar belakang ilmuwan tersebut.

Apalagi Kartiko menggeluti bidang yang hampir sama dengan Habibie. Bila Habibie dikenal sebagai ahli pesawat terbang, maka Kartiko merupakan ahlinya kapal perang. Secara khusus, pria 49 tahun ini punya keahlian memasang rudal pada kapal-kapal perang.

Ada sejumlah kapal perang milik TNI Angkatan Laut (AL) yang pernah dia garap. Di antaranya, Kapal Republik Indonesia (KRI) Hiu, KRI Layang, KRI Todak, KRI Abdul Halim Perdanakusuma, KRI Yos Sudarso, KRI Diponegoro, KRI Hasanuddin, hingga KRI Oswald Siahaan.

Jenis maupun asal rudal itu pun beragam. Di antaranya, rudal Exocet buatan Prancis yang pernah dia pasang untuk KRI Diponegoro dan KRI Hasanuddin, hingga rudal Yakhont buatan Rusia yang dia pasang untuk KRI Owa.

Yakhont sekaligus menjadi rudal terbesar yang pernah dipasang oleh Kartiko. Rudal itu memiliki panjang 9 meter dengan berat sekitar 3 ton.

Sementara daya jangkauannya mencapai 300 kilometer dengan kecepatan 750 meter per detik atau 2,5 kali kecepatan suara. �Ini (rudal Yakhont) adalah teristimewa yang pernah saya kerjakan,� ujar dosen Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini.

Tak melulu di dalam negeri, Kartiko juga dipercaya menjadi ahli pemasang rudal untuk sejumlah kapal perang milik negara lain. Di antaranya, Belanda menjadi negara yang paling sering memanfaatkan jasanya.

Kartiko pernah menggarap pemasangan rudal untuk kapal selam Schelde Naval Vlissingen milik Angkatan Laut Belanda. Selain itu, Kartiko juga menjadi ahli pemasangan rudal untuk kapal perang milik Selandia Baru, Swiss, Prancis, hingga Brasil.

Tak semua orang yang punya kesempatan dan mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pemasang rudal. Sebuah profesi yang dulunya sempat tidak terpikirkan oleh Kartiko.

Pria kelahiran Malang, 27 Juli 1968, ini mengaku punya cita-cita menjadi dokter. Tapi, menamatkan studinya di SMAN 3 Malang pada 1987 silam, dia malah memilih untuk kuliah di Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya (UB). �Niatnya iseng sih. Tapi, akhirnya keterima dan lama-lama menyukainya,� ujar dia.

Setelah lulus kuliah, Kartiko sempat bekerja di bagian produksi PT Astra. Tapi, hanya setahun berada di sana, Kartiko mendapatkan kesempatan untuk bekerja di Badan Pengendali Industri Strategis (BPIS) Negara. Tak lama, dia lantas ditempatkan di PT PAL Indonesia (Persero) di Surabaya.

Di PT PAL Surabaya, Kartiko meniti karirnya dari posisi paling bawah. Dia menjadi teknisi pada 1993�1996. Spesialisasinya adalah bidang elektronika, navigasi, dan telekomunikasi.

Dalam perjalanannya, dia mulai terlibat sebagai teknisi di beberapa proyek pemerintah. Mulai pengeboran lepas pantai, pengeboran darat, pembangkit listrik, kapal niaga, dan kapal tanker.

Selama bekerja di PT PAL, Kartiko mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program transfer of technology (ToT) di luar negeri. Dia mengambil spesialisasi untuk sistem persenjataan, khususnya rudal.

Kartiko masih ingat, ToT pertamanya digelar di Jerman pada 1994 silam. Seleksinya cukup ketat karena diikuti 100 orang warga negara Indonesia (WNI). �Kebanyakan mereka lulusan luar negeri. Dari 100 orang itu, hanya dipilih lima orang. Salah satunya saya,� ungkapnya.

Sejak 1994 itu, ada beberapa ToT yang dia ikuti. ToT itu membuat Kartiko punya keahlian dan kemampuan yang komplet sebagai engineer pemasang rudal. Di antaranya, penguasaan sistem komunikasi, rekayasa perangkat lunak, aeromaritime, hingga sensor terpadu sistem tempur.

Menjadi seorang ahli rudal, kata Kartiko, memang harus memahami banyak hal. Seorang ahli rudal yang baik dituntut untuk menguasai disiplin ilmu lainnya. Mulai dari mekanika, konstruksi, ilmu komputer, ilmu jaringan komputer, ilmu geodesi, ilmu kebumian, ilmu kelautan, ilmu perkapalan, hingga ilmu militer.

Saya harus menguasai sistem engineer dari masing-masing ilmu tersebut. Kalau cuma ngerti manajemennya saja, pasti akan dikomplain,� kata pria yang menjadi dosen ITN sejak 1995 tersebut.

Apalagi pemasangan rudal bukanlah sesuatu yang remeh. Risikonya sangat besar. Sebab, yang dia tangani adalah benda dengan bobot besar dan bisa meledak. �Kalau ada satu saja yang bermasalah, kapal bisa tenggelam,� ungkap alumnus S-2 Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) ini.

Meski sudah resign dari PT PAL pada 2014 lalu, Kartiko tetap mendapatkan kepercayaan untuk memasang rudal kapal perang. Belakangan, Kartiko lebih sering menjadi konsultan dan pembina untuk proyek-proyek pemasangan rudal.

Saat ini saya bersama Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) juga sedang concern (perhatian) untuk membuat konsep sistem pengindraan di batas negara. Selain itu, dalam waktu dekat, dia ada agenda menjadi pembicara untuk konsep industri pertahanan di serikat pekerja PT PAL,� terang bapak tiga anak ini.

Dalam waktu dekat ini, Kartiko juga memiliki rencana melanjutkan studi S-3. Dia ingin memperdalam ilmu soal bahan-bahan komposit dalam sistem persenjataan.

Kartiko menyatakan, motivasinya untuk terus belajar tak pernah surut. Apalagi, dia melihat, tingkat kepercayaan lembaga di dalam negeri terhadap ahli rudal seperti dirinya masih terbilang rendah.

Dia mengakui, lembaga-lembaga di dalam negeri lebih percaya pada tenaga asing. �Padahal, belum tentu orang dari luar negeri itu lebih ahli sehingga saya masih harus terus memberikan pembuktian lebih banyak lagi,� pungkas dia.

  ? Radar Malang  

Pesawat Tempur RI Korsel Terus Dibangun

? Desain pesawat tempur KFX/IFX [Mildom]

Meski sempat tertunda dan menghadapi kendala, program pengembangan pesawat tempur produksi kerja sama Indonesia-Korea Selatan yang dinamakan Korean Fighter (KF)-X/Indonesian Fighter (IF)-X terus berlanjut. Saat ini, program itu sudah memasuki fase kedua dari tiga fase yang ada, yaitu pengembangan teknik industri (engineering manufacture development), yang akan menghasilkan prototipe pada 2021.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Anne Kusmayati, di Kementerian Pertahanan, Jumat (28/7), mengatakan, saat ini tahap EMD mencapai 14 persen. PT Dirgantara Indonesia (DI), sebuah badan usaha milik negara strategis, telah mengirimkan 81 insinyur ke Korean Aerospace Industry (KAI). Mereka akan mendalami konfigurasi pesawat sesuai kebutuhan Indonesia dan Korsel.

Program ini jadi awal kemandirian industri pertahanan karena kita akan buat pesawat tempur,� kata Anne. Produksi itu akan memengaruhi peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kemampuan PT DI secara umum. Selanjutnya akan dibutuhkan cluster-cluster industri yang memproduksi alat-alat berteknologi sesuai pesawat generasi 4,5 ini. �Seperti alat elektronik radar dan GPS,� ucapnya.

Menurut dia, program tersebut juga harus ditopang kebijakan politik karena program ini butuh waktu yang panjang, terutama dari segi komitmen dan pembiayaan. �Presiden menyatakan mendukung penuh program ini. Hal itu disampaikan saat kami presentasi,� ujar Anne.

 Fase pengembangan dan produksi 

Sejauh ini, fase pertama, yaitu pengembangan teknologi pesawat tempur produksi bersama Korsel, sudah dilalui. Setelah selesainya fase kedua tahun 2021, KF-X/IF-X akan dibuatkan prototipe yang terus diuji hingga produksi tahun 2026. Namun, baru pada fase ketiga, tahun 2040, KF-X/IF-X akan diproduksi secara massal oleh PT DI.

Terkait rencana produksi pesawat tempur itu, Kepala Sub-Dinas Penerangan Umum Dinas Penerangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara Kolonel Fajar Adriyanto mengatakan, pihaknya menyambut baik pembangunan KF-X/IF-X. Program ini tak hanya dilihat dari sisi pertahanan udara, tetapi juga upaya pemerintah mengadopsi teknologi. �Untuk kesiapan pesawat tempur, kan, untuk F16 C/D masa pakainya masih sampai 2030. Juga masih ada Sukhoi,� kata Fajar soal kebutuhan TNI AU selama KF-X/IF-X belum ada.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Totok Sugiharto menambahkan, jika Indonesia membuat sendiri, kebutuhan operasi TNI AU akan diakomodasi lewat desain pesawat. Selain juga kebebasan menentukan konfigurasi pesawat sehingga menjamin kemampuan pengembangan teknologi berkelanjutan. Namun, sejauh ini, masih ada kendala karena AS tak ingin memberikan empat teknologi utama, di antaranya electronically scanned array radar.

  ? Kompas  

LAPAN dan PTDI Lakukan Uji Terbang Rute dan Uji Coba Landasan Rumpin

? Sambut First Flight N-219 ? Pesawat Kodiak 100 mendarat di runway 32 Rumpin Airfield

Rencana First Flight Pesawat N-219 yang tinggal menunggu hari, merupakan momen bersejarah yang patut di persiapan dengan matang, salah satunya adalah mencari alternatif lokasi pendaratan perdana di luar kota Bandung. Salah satu kandidat adalah landasan Rumpin yang berada di dekat lingkungan kantor Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN yang merupakan satker yang menangani langsung program pengembangan pesawat N-219 ini.

Pengujian kelayakan dan kesiapan landasan Rumpin untuk didarati pesawat N-219 dilaksanakan menggunakan pesawat chaser Kodiak 100 (pabrikan Quest Aircraft, USA). Pesawat 8-10 penumpang ini melakukan take-off dari landasan Udara Husein Sastranegara Bandung dan landing di Landasan Udara Rumpin (Rumpin Airfield) pada Sabtu yang lalu, (17/6/2017).

Kru yang melaksanakan penerbangan berjumlah 2 orang, Test Pilot Pesawat N-219 Captain Esther Gayatri dan Kapten Ervan, pilot dari TNI-AL. Penumpang yang turut serta dalam uji rute ini adalah Kepala Program Pesawat N219 LAPAN Ir. Agus Aribowo M.Eng dan Pilot Pustekbang Febri K.A Siahaan ST. Pesawat started engine pada pukul 08.05 WIB dan taxi menggunakan taxiway �G�. Adapun runway yang digunakan adalah nomor runway �29�. Pesawat airborne pada pukul 08.16 WIB dengan ketinggian 8500 ft. Setelah terbang menempuh waktu 31 menit, pesawat kemudian landing pada 08.47 WIB diatas runway 32.

Setelah mendarat, dilaksanakan backtrack dan lining up dari runway 14, dimana pesawat akan take off berlawanan arah dari arah landing. Hal ni dimaksudkan untuk menghemat waktu proses taxiing agar pesawat dapat segera take off kembali. Setelah pesawat mendapatkan clearance dari Pemandu Lalu Lintas Udara, pesawat take off dari landasan Rumpin pada pukul 08.50 WIB.

Setelah pesawat kembali take off, maka penerbangan pun dilanjutkan menuju Bandung dengan menggunakan rute yang hampir sama, namun dengan ketinggian jelajah 7500 ft. Pesawat berhasil mendarat pada pukul 09.39 WIB di bandara Husein Sastranegara. Adapun block time penerbangan dari Bandung-Rumpin-Bandung adalah 1 jam 29 menit. Setelah mendarat, dilakukan briefing terkait uji rute dan uji pendaratan di landasan rumpin, dan dalam beberapa hari ke depan akan dilaporkan hasil analisa teknis dengan mendapat input dari ground crew yang telah melakukan check lapangan dan laporan tertulis pilot sebagai masukan.

  ? LAPAN  

Indonesia to Deliver 2 PH Air Force Aircraft

? This Quarter ? PAF NC-212i aircraft [Detik]

The delivery of Philippine Air Force�s two NC-212i short takeoff and landing (STOL) medium transport aircraft ordered from Indonesia state-owned PT Dirgantara Indonesia-Indonesian Aerospace may take place this third quarter.

The Philippine government entered a contract with the said Indonesian firm for the supply of two NC-212 aircraft early 2014. Delivery was expected late 2015.

MaxDefense Philippines said delivery may take place next month. MaxDefense said �PTDI failed to deliver the aircraft on time due to issues between PTDI and the approved autopilot supplier, who was bought by another company and was said to have not honored its commitments to PTDI, which led to the delay and blacklisting of PTDI.

Blacklisting from Philippine government procurement board [is] coming to an end in 3 days,� MaxDefense said.

However, according to a credible source of Update Philippines, delivery may take place in September.

CASA C-212 Aviocar is a turboprop-powered STOL medium transport aircraft designed and built by CASA in Spain. Construcciones Aeron�uticas SA (CASA) became a subsidiary of European Aeronautic Defence and Space Company (EADS) in 1999 as EADS CASA, and in 2009 EADS CASA was absorbed by Airbus Military.

At present, C-212s are also being produced under licence by Indonesian Aerospace under NC-212 family.

  ? Update  

Friday, July 28, 2017

[Video] Melihat Kecanggihan Drone Karya Anak Bangsa

Liputan CNNSebenarnya banyak perusahaan swasta di Indonesia yang mampu memproduksi pesawat terbang tanpa awak atau drone. Selain pesawat, ada pula yang mampu mengintegrasikan drone ke dalam sebuah sistem tempur.


  ? Youtube  

Indonesia Kebagian Tugas Bikin Sayap, Ekor dan Pylon Pesawat Tempur

Kerjasama dengan Korea Selatan Ilustrasi KFX/IFX ?

Hingga kini program EMD pesawat tempur KFX-IFX kini sudah menyelesaikan 14% dari keseluruhan perencanaan program sampai dengan tahun 2026. Selain itu pembagian kerja produksi juga sudah ditetapkan. Indonesia nantinya akan kebagian membuat sayap, ekor serta pylon pesawat tempur KFX-IFX.

Demikian penjelasan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan, Dr. Anne Kusmayati, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat siang. Terkait 4 teknologi inti yang ditolak oleh Amerika Serikat, Anne menjelaskan bahwa Korea Selatan akan bekerjasama dengan negara-negara eropa terkait pengembangan 4 teknologi itu. �ada kesepakatan dari pihak Korea, mereka akan memberikan teknologi itu ke kita, atau kita diperbolehkan menggunakan alat itu dalam pesawat IFX kita,� kata Anne.

Korea Selatan sendiri saat ini sudah mengembangkan Radar AESA untuk KFX yang dilakukan oleh perusahaan Hanhwa. Upaya Hanhwa untuk mengembangkan radar AESA ini dilakukan setelah Amerika Serikat menolak untuk memberikan teknologi penting untuk pengembangan radar tersebut. Hanhwa ditunjuk oleh DAPA, badan riset dan pengembangan militer Korea Selatan, dengan anggaran senilai US$310 Juta pada tahun 2016 untuk dapat menyelesaikan sistem radar AESA secara mandiri.

Sesuai rencana, prototipe KFX-IFX rencananya akan di roll out pada tahun 2020, dan terbang perdana pada tahun 2021. Sementara fase produksi akan dimulai pada tahun 2026. (Iwan Hermawan)


  ? ARC  

Kemhan 'Ngotot' Jualan Jet Tempur KF-X/IF-X

Indonesia akan ikut menjadi penjual jet tempur hasil kerja sama dengan Korea Selatan. (detik) ?

Kementerian Pertahanan menyatakan, kerjasama pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X dengan Pemerintah Korea Selatan jauh lebih menguntungkan daripada membeli pesawat.

"Kami tidak lagi menjadi pembeli (pesawat tempur), tapi menjadi penjual," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Anne Kusmayati di Jakarta, Jumat (28/7).

Anne menambahkan, pesawat tempur ini akan dipasarkan ke negara-negara Asia Pasifik, meski enggan merinci nama negara yang dituju.

Jet tempur jenis KF-X/IF-X ini merupakan implementasi kerjasama strategis antara Pemerintah RI dan Pemerintah Korea Selatan yang ditandatangani pada 2006.

Rencananya jet tempur jenis ini akan siap beroperasi paling lambat pada 2030.

Anne mengatakan, mengembangkan pesawat tempur secara mandiri lebih menguntungkan karena desain pesawat yang dibuat dapat menyesuaikan dengan persyaratan operasional dari PT Dirgantara Indonesia.

"Selain itu, terdapat kebebasan menentukan konfigurasi sehingga menjamin kemampuan pengembangan teknologi pesawat tempur yang berkelanjutan," kata Anne.

Ia menambahkan, dari segi biaya reparasi, memproduksi pesawat tempur sendiri lebih murah karena dapat menekan biaya operasional yang mencakup biaya produksi dan komponen.

Selain itu, kata Anne, akan lebih mudah dalam urusan perawatan (maintenance), perbaikan (repair), dan pembaharuan (upgrade) karena dapat dilakukan sendiri.

Sementara, urusan modifikasi dan integrasi persenjataan juga mudah karena tidak perlu menunggu persetujuan dari produsen pesawat.

Saat ini, PT DI telah mengirim 81 teknisi ke Korean Aerospace Industry (KAI) di Sacheon City untuk mempelajari sistem dan standar prosedur kerja di KAI.

Kerjasama pengembangan jet tempur Generasi 4,5 ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pesawat tempur TNI Angkatan Udara.

Dengan dilengkapi AESA radar, KF-X/IF-X diklaim mampu mendeteksi dan mengunci target pada waktu yang sama.

Kini, program tersebut masih dalam tahap peningkatan kesiapan teknologi PT DI untuk melakukan Engineering Manufacture Development (EMD).

Rencananya, KF-X/IF-X akan diluncurkan pada tahun 2021 untuk mendapat sertifikasi rancang bangun.

Kemudian pada 2026, prototype atau purwarupa akan dioperasikan untuk memastikan dapat terbang dan bermanuver dengan baik, sesuai spesifikasi operasional. (yns/gil)

  ? CNN  

Rajawali 720, Bukan Sekedar Drone

UAV berbentuk unik itu mulai meraung. Kecepatannya bertambah dan kemudian akhirnya lepas landas. Inilah UAV besutan PT. Bhineka Dwi Persada, yang diberi nama Rajawali 720. Selain bentuknya yang tidak biasa, spesifikasi UAV ini bisa dibilang lebih besar dibanding UAV lokal lainnya.

Secara umum, Rajawali 720 memiliki panjang 4 meter dan rentang sayap 7 meter. Dengan payload 100 kg, UAV ini memiliki kecepatan jelajah hingga 135 km/jam. Namun yang istimewa adalah ketahanan terbangnya yang bisa mencapai lebih dari 20 jam. Sementara jarak terbang Line of sight, masih di angka 150an km. Angka ini bisa bertambah jika Rajawali 720 bisa terkoneksi dengan kendali melalui satelit.

Namun bukan hanya UAV yang ditawarkan. PT. Bhineka dwi persada juga merancang sistem integrasi antara UAV dan Prajurit di lapangan dalam sebuah Mobile Command Control Vehicle. MCCV ini murni desain PT. Bhineka bekerja sama dengan Balitbang Kemhan. Kendaraan truk ini, bukan hanya sebagai pengendali UAV, tapi juga sebagai mobil komando lapangan.

Data dari UAV Rajawali nantinya bisa secara real time diteruskan ke prajurit di garis depan. Sebuah mobil kontrol, bisa mengendalikan hingga 64 prajurit sekaligus. Selain itu, prajurit juga nantinya dibekali kamera serta peralatan lain yang bisa dimonitor oleh komandan di dalam truk. Sistem pengantaran data sendiri menggunakan jaringan LTE buatan sendiri atau radio link yang tertutup sehingga dijamin keamanannya. PT. Bhineka menyebut sistem ini sebagai Indonesia Future Soldier. Menarik bukan? Semoga saja inovasi ini dilirik oleh Kemhan dan TNI.

  ? ARC  

Thursday, July 27, 2017

Menhan Inginkan Pesawat Tanpa Awak Dilengkapi Persenjataan

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_y8n0pnNsTz6mFmOD2UCcntHkBYqCDOqEjKY2ceKoQVlfhQg5_t-D7G52RNJHYwlfknustiTL6bmaxJf2i8VUATTDH6gljmHieNU6kTmrFr05nvCbh4eCyu2tio7OQgFkiqWamyOqatUk/s400/drone+4.jpgDrone Rajawali 720

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menginginkan pesawat terbang tanpa awak (PPTA) atau drone bisa digunakan untuk keperluan tempur, yang dilengkapi senjata dan bom.

"Pesawat terbang tanpa awak yang dibuat atas kerja sama Balitbang Kemhan dengan industri pertahanan dalam negeri sudah bagus, dengan jarak tempuh hingga 200 kilometer dan bisa digunakan selama 20 jam. Luar biasa itu," kata Menhan usai menyaksikan uji coba pesawat tanpa awak hasil kerja sama kementerian pertahan (Kemhan) dan industri pertahanan di Lapangan Terbang Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Ke depan, lanjut Ryamizard, tak terlalu sering memakai pesawat yang menggunakan awak karena cost relatif mahal, dan penggunaannya pun terbatas. Namun, pesawat tanpa awak bisa digunakan setiap saat dan relatif lebih murah.

"Kemungkinan kecelakaan sangat kecil. Kalau pun ada kecelakaan tidak ada korban jiwa," katanya.

Pesawat terbang tanpa awak ini nantinya bisa di-update untuk dipasang alat tembak dan bom, serta bisa digunakan siang dan malam hari.

"Ini nggak kalah lagi dengan dari luar. Kemudian akan ditingkatkan terus. Itu kalau pakai satelit, jaraknya bisa 500 kilometer," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) ini.

Purnawirawan Jenderal bintang empat ini berharap nantinya pesawat tanpa awak dapat dimaksimalkan untuk menjaga perbatasan, bahkan dapat digunakan untuk mencegah peredaran narkoba.

"Iya pasti (akan dimaksimalkan) di perbatasan mau lihat di mana tukang narkoba itu bawa narkoba. Semuanya lah. Curi-curi ikan segala macam. Nanti di kapal angkatan laut juga ada drone, penanganan bencana, segala macam lah," katanya.

Kendati demikian, tambah dia, pihaknya tetap akan membeli beberapa drone militer dari China guna menambah pengetahuan teknologi mengenai drone.

"Jadi begini. Kita, orang China, orang manapun, beli pasti dia bedah itu barang untuk dipelajari. Kita juga beli sedikit satu-dua, kemudian kita pelajari untuk menambah kecanggihan itu. Semuanya begitu," jelasnya.

Pesawat yang diujiterbangkan bernama Rajawali 720, yang merupakan hasil kerja sama Balitbang Kemhan dengan PT Bhineka Dwi Persada. PPTA Rajawali 720 termasuk ke dalam kategori Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau juga disebut Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) dan merupakan PPTA bersayap tetap (fixed wing).

PPTA tersebut memiliki kemampuan terbang Iebih dari 24 jam dengan misi radius jelajah 20 km sampai dengan 1000 km, dan ketinggian jelajah 8000 meter dan kecepatan hingga 135 km/jam (73 knots). PPTA Rajawali 720 tersebut juga mampu tinggal landas dan landing dengan Iandasan yang cukup pendek.

PPTA Rajawali 720 dirancang dengan misi utama sebagai pesawat pengintai, yang dilengkapi dengan sistem gimbal dan kamera yang dapat mengirimkan hasil pantauan, baik gambar maupun video secara real time ke darat melalui Ground Control Station (GCS).

Sehingga, PPTA Rajawali 720 dapat menjadi salah satu altematif yang handal dalam melakukan pengawasan dalam berbagai keperluan, seperti melakukan pemantauan di daerah perbatasan, lautan ataupun hutan.

Selain PPTA Rajawali 720, kata Kapuskom Publik Kemhan Brigjen TNI Totok Sugiharto, juga akan diuji coba beberapa pesawat tanpa awak lainnya, yakni Pesawat Udara Tanpa Awak (Puna) Alap-Alap, Wulung (PT Carita Boat Indonesia), Elang Laut (PT DI), dan Mission System (PT LEN Industri), serta Target Drone (PT Indo Pacific Communication dan Defence), M3LSU03 (PT Mandiri Mitra Muhibbah).

 ? Antara